Musim hujan kayak gini, anak-anak perlu sepatu tambahan. Kalo kehujanan, setidaknya mereka ada sepatu backup yang bisa dipakai selagi sepatu yang kena hujan dan basah dicuci dan dikeringkan. Rencana untuk beli sepatu ini udah dari bulan lalu diniatkan, tetapi adaaa … aja halangannya. Salah satu yang bikin urusan beli sepatu ini jadi lama adalah; merek.

Ada anak yang suka Converse dan sepatunya selalu Converse–ini kayaknya terpengaruh sama saya, deh. Saya suka banget Converse soalnya. 😃

Ada yang enggak masalah dengan Tomkins dan suka karena ringan, modelnya disetujui sekolah (musti hitam dan sneakers), dan saya juga suka karena harganya enggak terlalu mahal dan cukup awet. Ada yang lebih milih model dibanding merek. Apa aja mereknya oke, asal modelnya dia suka. Dua pekan lalu, anak yang satu ini milih model yang dia suka dan (kebetulan) mereknya Puma. Trus ada juga yang kasih opsi Hush Puppies yang mana harganya mirip dengan Converse. Harganya … hadeh. Hahahaaa~

Converse dan Hush Puppies untuk anak sekolah itu di kisaran 700 ribuan-1 juta harganya. Puma di atas itu. Tomkins sekitaran 300-400 ribuan.

Saya lapor ke Si Tuan dan berdasarkan hitungan kasar saya, setidaknya Si Tuan musti provide 2,5 juta untuk semua anak. Dia setuju. Budget dikirim, anak-anak ribet sendiri milih, saya nunggu keputusan mereka maunya apa. Mereka buka app Tokopedia saya di iPad dan saya maunya tinggal terima beres aja check-out sepatu yang udah mereka pilih di cart. Mereka setuju dan … dua pekan berlalu, saya cek di cart enggak ada sepatu yang ditaroh di situ.

Saya tanya, jawaban mereka, “Binguuung…. Beli yang mana?”

Sementara setiap hari hujan. Mereka kadang pulang pakai Gocar bareng-bareng jadi enggak kebasahan. Kadang naik Gojek dan kena hujan. Sepatu basah. Huft.

Di masa menunggu mereka memutuskan itu, kadang saya ngasih lihat, “Eh, ini bagus. Kenapa enggak ini aja?” Kadang mereka mau, kadang cuma bilang ho-oh.

Untuk ngebuat keputusan jadi lebih cepat, saya pun mulai ceramah.

“Kalian belum pernah punya sepatu sekolah, bentuknya sneakers, tapi kulit, kan?” saya memulai propaganda saya setelah saya lihat kayaknya sepatu pilihan mereka semuanya enggak ada yang dari kulit.

Ada yang menyahut, “Bedanya apa? Kulit itu gimana?”

“Kulit itu kayak tas saya.” Saya baru beli tas dua pekan lalu. Vegan leather, sih, bukan genuine leather. Saya udah suka banget sama model dan besarnya, jadi saya tetap pesan.

Saya buka tas itu dari kotaknya (karena emang belum saya pakai), trus saya kasih lihat teksturnya. “Kemungkinan akan kayak gini tapi lebih awet dan kuat,” saya berusaha menjelaskan. Saya mau mereka kayak saya … anuuu, punya good taste sama barang-barang gitu. Beli karena suka, karena fungsi, dan karena masuk budgetnya, bukan karena kepengen aja. Setelah dibeli, barangnya diurus dan disayangi.

Trus saya scroll Tokopedia dan ngeliat sepatu merah marun yang … kok, kayaknya saya suka, ya. Mereknya Adorable Projects. Duluuu … saya pernah beli kitten heels merek ini dan saya suka. Sayangnya, sepatu itu enggak bisa dipakai harian jadi kebanyakan saya simpan. Saya pakai sepatu setiap hari, pergi belanja ke Alfamidi pun saya pakai sneakers Converse karena saya suka aja gitu. 😀

Mulailah saya ngeliat apa Adorable Projects ini punya sepatu sekolah. Ternyata ada dan geniune leather. Saya kasih lihat ke anak-anak dan mereka suka. Trus mereka nambah dua sepatu sandal untuk pergi-pergi dan main di sekitar rumah. Saya setujui. Budget masih berlebih karena harga tiap sepatu di bawah 500an ribu. Anak-anak ini baru aja saya buatkan rekening dan ATM, jadi mereka masing-masing harusnya punya dompet. Jadi, mereka nambah dua dompet. Order pertama saya jumlahnya delapan items sudah dengan sepatu merah marun yang akhirnya saya beli juga–saya enggak tahaaan. Hiks.

Waktu saya nelpon Si Tuan, saya laporkan kalo kami udah beli sepatu, ditambah sendal dan dompet, semua dari genuine leather, dan budget masih sisa. Saya juga bicarain urusan satu anak jadinya dapet satu sepatu dan satu sendal.

“Apa enggak kebanyakan, ya? Masih on budget, sih.” Saya hati-hati sama urusan budget ini karena ada satu anak, yang cowok, belum milih dan belum beli sepatu. Sisa budget 1 jutaan kayaknya bakalan buat dia doang.

“Yaaa … enggak apa,” kata Si Tuan. “Yang penting mereka jagain barangnya dan semua dipakai.”

Saya suka dan menyetujui cara pandang Si Tuan urusan memenuhi kebutuhan anak-anak ini. Dia hati-hati sama budget karena kadang keuangan enggak selalu ada lebihnya, tetapi dia juga megang prinsip bahwa kebutuhan anak-anak itu penting. Nyenengin anak-anak juga penting. Kalo kebutuhan anak-anak terpenuhi dan mereka seneng, semoga rezeki Si Tuan dicukupkan. Memang, sepanjang kami ngurus anak-anak ini, memang ada satu-dua momen di mana ada kebutuhan mereka yang tertunda karena dana belum ada, tetapi kebanyakan semua bisa dipenuhi. Dananya kadang bukan dari jalan rutinan seperti gaji juga, tetapi biasanya selalu ada jalan dan rezeki yang datang.

Dan, pesanan pun datang beberapa hari kemudian. Lalu, ini terjadi:

Saya lupa kalo beli sneakers sebaiknya ditambahkan nomernya satu. Jadinya sneakers yang dipesan pas banget di kaki. 😣

Solusinya; tukar.

Namun, ketika kami lagi rame-rame ributin dan nyoba semua sepatu yang datang, Si Mama datang. Nyobain salah satu sendal dan suka. Jadilah itu sendal diambil Si Mama karena sama anak yang pesan, malah pas banget juga ukurannya. Hahahaaa…. Trus sneakers yang ngepas banget, yang awalnya mau dituker, enggak jadi dituker karena diambil sama anak yang nomernya pas (dia nomer 36, sneakers itu nomer 37, jadi good match).

Daaan … saya order lagi, deh. Sabar banget juga Kakak Admin di Adorable Projects ngurusin saya yang bolak-balik ganti rencana ini. Hahahaaa~ 😃

Saya laporin lagi ke Si Tuan kalo budget yang tersisa dipakai untuk order lagi, jadi budgetnya terserap semua. Hahahaaa….

“Sembilan items totalnya,” saya ngelaporin ke Si Tuan.

“Jadi banyaaak….”

“Iya.”

Iya, jadi banyak. Semua dapet. Saya dan Si Mama juga dapet. Plus ada dua items (dompet) yang awalnya mau dibeli terpisah jadi masuk ke budget ini sekalian.

Siang ini, order kedua sampai dan saya foto semua tumpukan kardusnya untuk bahan laporan ke Si Tuan.

Punya anak itu mahal tetapi ada anak-anak juga menyenangkan. Kadang, di masa-masa uang saya dan si Tuan ngepas–atau pernah juga kurang–yang saya do’akan selalu, “Semoga buat anak-anak cukup.” Buat saya bisa ditunda, buat Si Tuan juga, tetapi kadang buat anak-anak enggak bisa karena urusannya sama sekolah mereka.

Uang selalu ada-ada aja datangnya, emang. Mungkin karena Allah paham kami sedang membesarkan anak, trus ini anak-anak titipan Allah, jadi yah … Allah bantu mencukupkan juga, dong. Walopun emang saya dan bapaknya anak-anaknya ini selalu berusaha.

Saya enggak segitunya banget usaha, sih…. Saya serius tetapi sambil bersenang-senang mengurus apa yang saya lagi perjuangkan. Kapan-kapan saya ceritain, deh. Mengubah cara pandang dari ‘saya mau ini dan itu’ jadi ‘terserah Allah, deh, asalkan jadi dan oke’ ternyata ngebikin saya jadi sangat berkurang stress-nya dan lebih lay back (nyantai)–kadang malah bukan lay back lagi, tetapi lay down (rebahan). 😀

Urusan beli sepatu ini salah satunya. Agak stress di awal karena budget harus cukup untuk tiga sepatu, ternyata malah dapat sembilan items.

Allah emang Maha Mencukupkan.

Gitu, ceritanyaaa~

Abis nulis ini saya mau lanjut ngerjain proposal hibah.

Sehat-sehat, ya, Mantemaaan~

(づ ̄3 ̄)づ╭❤️~

Visited 33 times, 1 visit(s) today

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.